Ranu pane, Lumajang. Lelah badan terasa terutama di bagian kaki, lutut dan ruas-ruas kaki. punggung pun terasa begitu sakit karena memanggul carier yang lumayan berat. wajah pun tak ketinggalan, dalam bahasa jawa diistilahkan dengan “menggelodoki” alias “mrungsungi” apalagi dibagian hidung, udah memar kemerahan perih pula.
Begitulah kondisi badan saya selah turun dari puncak gunung tertinggi dipulau jawa, semeru 3676 mdpl 6-11 agustus 2010 yang lalu.
Sambil membuka catatan-catatan kecil dan foto-foto hasil jepretan kamera digital yang saya bawa, saya menelusuri kembali apa yang telah saya alamai dalam perjalanan selama hampir 6 hari.
Semua bermula dari sms teman saya yang bernama sulis, ngajakin naik semeru. semula ragu dengan ajakan itu karena hari yg dipilih memept banget dengan bulan puasa. tapi setelah diitung-itung akhirnya saya putuskan untuk bergabung agar impian selama ini bisa terrealisasikan.
Tepat pukul 17.30 haru jumat, akhirnya kita semua (trez, sulis, janah, eky, haris, yayan, anis, sri, sari, ais, dan 2 orang lagi lupa namanya) berangkat dari surabaya menuju ke malang dengan kereta api penataran. memilih kereta api karena selain murah (hanya 4500) jg karena sudah janjian dengan temen di malang untuk jemput dari stasiun. setelah berjalan 3 jam akhirnya kami sampai jg di stasiun belimbing, malang. kami dijemput oleh temen dengan membawa mobil tahanan kejaksaan, kami menuju ke penginapan yang lumayan begitu mewah yaitu di gedung kejaksaan malang. 🙂
Kendaraan yang mengantarkan kami menuju Terminal Tumpang
Pagi, pukul 7.30, kami berangkat menuju ke terminal tumpang dengan kendaraan yang sama untuk mencari kendaraan menuju ke desa terakhir, ranu pane. jalur dari terminal tumpang adalah salah satu jalur untuk mencapai ke renu pane yang merupakan desa terakhir untuk melakukan pendakian di semeru. jalur lain yang bisa dilalui adalah lewat senduro, lumajang.
Sebelum dapet kendaraan, kami harus ijin dlu di pos perijinan. setelah selesai proses perijinan kami melanjutkan perjalanan menuju ranu pane dengan menggunakan mobil 4 WD. digunakan mobil dengan tipe-tipe seperti ini karena medan yang dilalui begitu terjal dan sempit. kanan kiri berupa jurang yang lumayang dalam. bagi driver pemula tidak disarankan untuk memacu mobilnya tuk melewati jalan ini. apalagi kalau mobil yang dipakai bukan mobil untuk offroad, pasti nungsep deh di jurang.
Tapi selama perjalanan, kami disuguhi pemandangan yang begitu indah, dari sawah-sawah penduduk yang ditanami sayur dengan penataan yang begitu apik, bukit-bukit asri, hamparan jalan menuju ke bromo yang terlihat begitu mengagumkan serta tampak kemegahan mahameru dengan semburan vulkaniknya membuat hati kami semua menciut, mampukah kami menuju puncak keabadian tertinggi di pulau jawa ini.
Padang pasir diatas ketinggian hampir 2000 mdpl (jalan menuju bromo)
Tepat pukul 11.30 kami nyampai di ranu pane, udara dingin menyambut kami. Ranu pane berada pada ketinggian sekitar 2200 mdpl tak heran jika dilihat dari termometer pos penjagaan menunjukkan suhu udara di sana sekitar 20 C. cukup dingin untuk ukuran orang yang terbiasa hidup di udara panas surabaya.
Ranu yang berarti danau menurut penduduk setempat. jadi disebut ranu pane karena ada dau di daerah tersebut. dengan diselimuti kabut di atas airnya, danau ranu pane memang begitu indah. tp sayang kami ga bisa berlama-lama di ranu pane karena dikejar-kejar waktu agar tidak kemalaman dijalan menuju ke ranu kumbolo.
Pos Ranu Pane
Karena ranu pane adalah desa terakhir yang bisa ditempuh kendaraan, akhirnya kita semua pun mulai untuk menapakkan kaki untuk menuju pada impian yang selama ini ada di pikiran.
Perjalanan dimulai dengan jalan aspal, dengan samping kiri dan kanan hamparan sawah penduduk yang ditanami berbagai sayuran. begitu ada tulisan “semeru” yang dipasang diatas pohon, baru kita smua masuk ke dalam hutan dan menanjak. tp bukan tanah liat yang kami dapat setelah masuk ke dalam hutan melainkan paving yang cukup panjang membelah bukit kecil di awal pendakian.
Dengan dibangunnya jalan tersebut, sedikit memudahkan perjalanan kami. selain itu jg karena jalan yang dilalui tidak terlalu terjal meski sekali-kali harus menambah tenaga untuk menjejakkan kaki karena jalan yang miring. setelah berjalan 1,5 jam akhirnya kita sampe di pos kedua, yaitu pos watu rejeng. pos watu rejeng sebenernya adalah pemandangan tebing didepan tempat pemberhentian. tempat pemberhentiannya jg telah dibangun sebuah gubukan yang lumayan nyaman untuk sekedah berhenti sejenak melepas lelah.
Istirahat di pos watu rejeng
Setelah beberapa menit mengistirahatkan kaki, pundak dan mengatur nafas, kita semua melanjutkan perjalanan ke pos selanjutnya.
Jalur yang kami lalui sedikit lebih berat daripada fase pertama perjalanan tadi, medan yang dilalui lebih banyak naik turun bukit. Tebing watu rejeng yang tadi kami lihat, jg kita harus lalui dibagian bawahnya. ada sekitar 2-3 bukit yang harus dilalui untuk mencapai ranu kumbolo.
Sekitar 4 jam perjalanan, akhirnya kita bisa lihat indahnya ranu kumbolo. Lelah dan capek pun terasa ilang begitu saja ketika mata melihat indahnya danau ranu kumbolo. Luar biasa!!! mungkin hanya itu yang bisa terucap pada saat itu. Meski masih agak jauh untuk sampai pada tempat untuk camp di tepi danau ranu kumbolo, tp semangat dan kekuatan kami serasa ada yang mendopping. setengah jam berikutnya kita sudah sampai di bibir danau yang berada diatas ketinggian 2600 mdpl. Begitu besar Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Membuat danau di tempat yag begitu tinggi.
Diatas Ranu Kumbolo
Suasana ranu kumbolo yang begitu tenang, begitu tentram, membuat hati merasa nyaman untuk sekedar meletakkan punggung dan merenung.
Bersambung…….
komentar anda